Rabu, 29 Desember 2010

FEATURES

Karya Sendiri

TABLOID MA’ARIF SIAP MELENGKAPI INFORMASI WARGA NU LAMONGAN

Terobosan baru dilakukan oleh Lembaga Pendidikan LP. Ma’arif NU Kab. Lamongan. Salah satunya adalah membuat tabloid yang akan melengkapi informasi warga di Kabupaten Lamongan khususnya bagi warga Nahdlatul Ulama. Tabloid ini pernah terbit perdana pada bulan Juli kemarin waktu dilaksanakan rapat kerja kepala sekolah Ma’arif se-kab. Lamongan di Pacet Mojokerto.
Namun pada rabu kemarin, awak redaktur (sebutan bagi pengurus redaksi) melaksanakan rapat untuk memastikan penerbitan tabloid. Disepakati dalam rapat tersebut bahwa tabloid yang menjadi kebanggaan warga Ma’arif dan NU di Lamongan diterbitkan setiap bulan dengan patokan tanggal 4 setiap bulan sudah ditangan pembaca.
Berbagai macam rubrik menarik ditampilkan dalam tabloid ini, misalnya ada salam redaksi, berita utama, laporan khusus, advertorial, serambi NU, teras Ma’arif, kolom pelajar (IPNU-IPPNU-PMII), serba-serbi, dan liputan tokoh.
Dalam mewujudkan tabloid ini PC LP. Ma’arif NU Lamongan menggandeng IPNU-IPPNU dan juga PMII untuk berkecimpung dalam jajaran kepengurusan dan reporter tabloid Ma’arif. Hasil rapat juga menegaskan pada bulan oktober besok taboid sudah cetak edisi kedua dan untuk selanjutnya akan terbit setiap bulan dengan kalender kerja awak redaksi yang sudah diatur dengan baik.
Hadir dalam rapat tersebut dari PC IPNU adalah Rekan Akhmad Fauzun (ketua IPNU) dan Rekan Taufiq Zen (Co. Lembaga Pers PC IPNU) dan dari PC IPPNU rekanita Maslikah, dan juga dari unsur lain baik dari LP. Ma;arif NU Lamongan, wartawan (professional), PMII.

PELANTIKAN PAC IPNU-IPPNU MADURAN

Pagi itu saat matahari belum begitu tinggi, bertempat di Gedung TPQ Desa Maduran, tepat di arah timur Kantor MWC NU Maduran, Pimpinan Anak Cabang IPNU-IPPNU Maduran melaksanakan kegiatan pelantikan dan rapat kerja 1 untuk masa khidmat 2010-2012.
Kegiatan yang berlangusng pada sabtu 27 Nopember 2010, dihadiri oleh undangan diantaranya dari unsur Penugurus MWC NU Maduran, Muslimat NU, Fatayat NU, Anshor NU, juga dari kader-kader IPNU-IPPNU baik dari Pimpinan Ranting maupun Pimpinan Komisariat IPNU-IPPNU sekecamatan Maduran.
Ketua dan sekretaris Pimpinan Cabang IPNU-IPPNU Lamongan hadir secara langsung untuk melantik pengurus PAC. IPNU-IPPNU Maduran.
“Kami mengajak seluruh rekan dan rekanita untuk bersama-sama belajar dan berjuang melalui organisasi IPNU-IPPNU di kecamatan Maduran” ujar ketua PAC IPNU Maduran Rekan Jawahirul Mawahib dalam sambutannya.
Usai kegiatan pelantikan, para pengurus melaksanakan kegiatan rapat kerja. Kegiatan ini sengaja ditempatkan pada lokasi yang berbeda yakni di Sunan Prapen Kalanganyar Karanggeneng. “hal ini dimaksudkan untuk menambah semangat rekan dan rekanita dalam mengikuti kegiatan” ujar rekanita Siti Urifah selaku ketua PAC IPPNU Maduran.
Adapaun sebelum kegiatan rapat kerja, seluruh pengurus baru tersebut mendapatkan materi tembahan tentang Orientasi Pimpinan dan Up Gradding dengan nara sumber dari Pimpinan Cabang IPNU-IPPNU Lamongan.

Dari Sumber Lain

Serba Gratisan di Masjidil Haram

Makkah - Seperti halnya di Masjid Nabawi Madinah al-Munawwaroh, Masjidil Haram Makkah al-Mukarromah juga disediakan makanan berbuka puasa (ta'jil/ifthor) untuk para jamaah. Hanya saja bedanya, di Masjid Nabawi pembagian ta'jil dikoordinir oleh pengurus Masjid, namun tidak demikian halnya di Masjidil Haram.
Di Masjidil Haram ta'jil disiapkan atas inisiatif para jamaah sendiri. Sehingga jangkauan dan persebarannya menjadi lebih luas dan lebih padat dibandingkan di Nabawi. Di Masjidil Haram, hampir setiap barisan jamaah terdapat beberapa orang yang membagi ta'jil.
"Memang ta'jil selalu hanya terdiri dari buah kurma saja. Kadang-kadang ada beberapa yang juga membagikan teh atau kopi bersama kurma," tutur Syafi'i salah seorang jamaah yang sedang mabit dan i'tikaf di Masjidil Haram, Sabtu (18/12).
Awalnya sempat terpikir bahwa ta'jil ini dikarenakan sedang ada puasa sunnah Asyuro' (tanggal 10 Muharram), namun setelah saya konfirmasi ke beberapa muthowwi' (petugas peribadahan), mereka menyatakan ta'jil ada setiap hari Senin dan Kamis. Ta'jil ini terdapat di setiap sudut dan blok yang disekat-sekat dengan rak Al-Qur'an atau rak sandal setinggi setengah meter.
Perbedaan lain di Masjdil Haram adalah adanya "ronde kedua" untuk berbuka puasa. Biasanya sesi ini dibuka seusai sholat Isya. "Menu kali ini pun lebih berat dibandingkan dengan sesi pertama. menu kali ini adalah roti cane (makanan pokok orang-orang Asia Selatan) dengan bumbu dan kuah ayam opor," lanjut Syafi'i.
Jangan pernah Anda membayangkan akana ada banyak piring atau gelas di sini. Pada sesi ini hanya ada gulungan yang dibentangkan memanjang sebagai alas makanan. Seperti kebiasaan makan bersama dengan menggunakan daun pisang sebagai alas yang memanjang, hanya saja di sini diganti dengan plastik tipis. Sedangkan untuk gelas/cangkir kopi, mereka menggunakan gelas plastik sekali pakai yang disediakan di galon-galon zamzam.
Apakah barang-barang ini tadinya disembunyikan dari askar waktu masuk ke Masjid, atau memang telah mendapat ijin? Saya tidak tahu persis. Sebab biasanya para askar melarang jamaah membawa barang yang besar, baik ditenteng, atau apalagi di dalam tas punggung. Jangankan membawa makanan, tas kosong pun dilarang masuk.
Namun memang tidak pernah saya lihat barang-barang yang sudah berhasil lolos kemudian ditegur atau dilarang digunakan di dalam Masjidil Haram. Saya tidak pernah ditegus askar meskipun menenteng tas besar atau thowaf dengan menyandang tas punggung petugas haji. Padahal tadi saya harus mengelabui petugas ketika melewati pintu masuk Masjid, tas besar (normal) tidak pernah diijinkan masuk ke Masjid. Anda akan disuruh menitipkannya di loker yang ada di seluruh penjuru putaran depan tiap-tiap pintu Masjdil Haram.
Jika kita menyerahkan tas di salah satu loker depan pintu Masjidil Haram, maka berarti kita harus kembali ke loker tersebut ketika akan pulang. Ini artinya jika salah keluar pintu saat pulang, bisa cukup merepotkan untuk ukuran orang sehat dan waras. Karena itu pula saya tidak pernah meninggalkan tas di loker, saya selalu membawa tas punggung petugas yang cukup besar (ukuran standard) untuk menaruh perbekalan, pakaian dan tentu saja sandal. Sedikit mengelabui petugas di pintu masuk, namun tidak pernah ditegur waktu di dalam Masjid, kendati toh jelas-jelas tas besar itu saya gendong waktu thowaf.
Saya tidak sempat bertanya bagaimana barang-barang makanan ini masuk masjid, namun yang jelas ia dibawa jamaah biasa, bukan petugas masjid. Para petugas, baik yang berseragam Askar atau pun yang mengenakan pakaian biasa membuka perbekalan mereka sendiri-sendiri, berkumpul di antara mereka sendiri dan makan dalam lingkaran mereka sendiri. Para petugas kebersihan bahkan selalu makan secara bergerombol (kepungan) di luar pintu Masjid, artinya mereka pun tidak diijinkan membawa makanan mereka masuk.
Namun demikian, tidak ada satu pun askar atau muthowwi' yang melarang aktifitas ini, bahkan hingga di pelataran ka'bah pun sesi makan malam ini berlangsung dengan nyaman. Hanya saja sayangnya tidak ada satu pun di antara kelompok-kelompok ini yang menggelar nasi, semuanya hanya roti cane.
Andai saja perut bisa dikelabui seperti para askar di pintu-pintu Masjidil Haram, tentu saya tak perlu bersusah payah pergi keluar untuk mencari nasi. Namun rupanya perut Indonesia lebih teliti daripada para Askar di pintu-pintu. Mereka selalu mengatakan, "Tidaklah mengapa jika gratisan, namun tidak ada nasi masuk berarti belum makan." Untung saja di depan Masjdil Haram selalu ada warung yang buka 24 jam, untungnya lagi mereka juga menyediakan nasi, walau tentu saja sudah berbau ke-Arab-araban. (NU Online, 19 Desember 2010)

Apresiasi Lintas Budaya Etnis Tionghoa untuk Ibu

Jakarta - Hari ibu, 22 Desember 2010 diperingati oleh seluruh rakyat Indonesia dengan berbagai apresiasinya. Etnis Tionghoa yang tergabung dalam INTI (Perhimpunan Tionghoa Indonesia) menggelar wayang kulit untuk memperingati hari ibu.
Secara khusus, lakon yang ditampilkan adalah kebajikan dari Dewi Kunti, ibunda Pandawa, dalam mengasuh anak-anaknya sampai mereka besar dan mampu menghadapi tantangan hidup yang berat, termasuk bagaimana upaya mendamaikan anak-anaknya, antara Pandawa dan Karna, yang memihak Kurawa dalam perang Batharayudha.
Tak seperti pertunjukan wayang pada umumnya yang berlangsung sampai pagi, acara yang digelar di sebuah rumah makan di kawasan kota tua Jakarta ini berlangsung sekitar dua jam, antara pukul 19.00-21.00, Rabu malam.
Dalang yang tampil juga dalang Tionghoa, Tee Thian Hauw dari Muntilan Jawa Tengah, sedikit dari dalang Tionghoa yang secara total mengabdikan dirinya untuk menjaga tradisi wayang.
Martinus Johan, ketua panitia acara menjelaskan, acara tersebut dengan sengaja mengambil tema silang budaya yang menggambarkan penggabungan berbagai tradisi yang telah menyatu dalam etnis Tionghoa di Indonesia.
Nuansa akulturasi budaya dalam petunjukan tersebut sangat kental, lagu-lagu berbahasa mandarin dinyanyikan, yang menunjukkan kelekatan terhadap tradisi asal etnis Tionghoa. Dari pakaian yang dikenakan, sebagian besar pria memakai baju batik, yang telah menjadi identitas nasional sementara pertunjukan wayang yang digelar dalam bahasa Jawa menunjukkan upaya menjaga warisan adiluhung Indonesia.
NU Online juga mengamati adanya wanita Tionghoa yang berjilbab yang hadir dalam acara tersebut, yang menggambarkan adanya keragaman agama dari mereka.
Perayaan hari ibu tersebut sekaligus memperingati Tang Che atau perayaan Onde, yang jatuh setiap tanggal 22 Desember. Di Masyarakat Tiongkok, tanggal tersebut merupakan hari yang paling dingin sehingga dihidangkan ronde, yang terbuat dari ketan dan jahe untuk menghangatkan badan. Bentuk bulat ronde sebagai lambing kebulatan hati dalam menghadapi kerasnya hidup di musim dingin.(NU Online, 23 Desember 2010)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar